Transformasi Syiah: Dari Pinggiran ke Pusat Kekuasaan
Dulu minoritas yang ditekan, kini menjadi jantung politik dan spiritual Iran. Inilah kisah bagaimana Syiah bangkit dari bayang-bayang menjadi kekuatan utama di Timur Tengah.
Awal yang Sunyi
Pada abad-abad awal Islam, kaum Syiah adalah kelompok kecil yang setia pada keluarga Nabi Muhammad, khususnya kepada Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Mereka percaya bahwa kepemimpinan umat Islam (imamah) seharusnya berada di tangan Ahlul Bait—keluarga Nabi—bukan ditentukan lewat musyawarah politik seperti dilakukan mayoritas Sunni.
Namun, sejarah tidak berpihak pada mereka. Para imam Syiah dikejar, ditindas, bahkan dibunuh oleh kekuasaan Umayyah dan Abbasiyah. Syiah tumbuh sebagai kelompok pinggiran—baik secara politik, sosial, maupun geografis.
Tapi mereka bertahan. Dan dalam diam, mereka membangun fondasi yang sangat kuat: ilmu, hukum, dan spiritualitas.
Abad ke-16: Titik Balik Besar
Segalanya berubah ketika sebuah dinasti bernama Safawi naik ke tampuk kekuasaan di Persia (Iran modern) pada awal abad ke-16. Raja pertama mereka, Shah Ismail I, memutuskan sesuatu yang mengejutkan: menjadikan Syiah Imamiyah (12 Imam) sebagai mazhab resmi negara.
Mengapa mengejutkan?
Karena pada masa itu, mayoritas rakyat Persia adalah Sunni. Shah Ismail tidak hanya mengambil keputusan religius—ia sedang membentuk identitas politik baru yang membedakan Iran dari kekaisaran Sunni lain seperti Utsmaniyah (di Turki) dan Mamluk (di Mesir).
Revolusi Lewat Ulama
Transformasi ini bukan pekerjaan satu malam. Dibutuhkan dua abad usaha sistematis dari para ulama Syiah untuk menyusun:
-
Kitab-kitab hukum (fiqih),
-
Sistem pendidikan madrasah Syiah,
-
Jaringan dakwah ke desa-desa dan kota-kota kecil,
-
Dan—yang sangat penting—membangun posisi marja’ taqlid: ulama besar yang dijadikan panutan hukum dan akhlak.
Tokoh seperti Allamah al-Hilli, al-Karaki, dan Muhammad Baqir al-Majlisi menulis, mengajar, dan menyebarkan mazhab Syiah Imamiyah dengan cara yang sangat terorganisir.
Hasilnya? Dalam 200 tahun, mayoritas rakyat Persia berpindah mazhab dari Sunni ke Syiah. Ini adalah salah satu transformasi teologis-politik terbesar dalam sejarah Islam.
Syiah Jadi Pusat Kekuasaan
Kini, Iran adalah negara dengan mayoritas Syiah terbesar di dunia, dan mazhab ini menjadi pusat identitas nasional dan politik negara.
Kekuatan ini terlihat jelas sejak Revolusi Islam Iran 1979, ketika ulama Syiah, Ayatollah Khomeini, berhasil menggulingkan monarki dan membentuk pemerintahan berbasis teori “Wilayat al-Faqih” (kepemimpinan ulama).
Dari pinggiran sejarah, Syiah kini memainkan peran penting dalam geopolitik Timur Tengah—dari Teheran hingga Beirut, dari Damaskus hingga Baghdad.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
-
Identitas tidak selalu statis. Syiah yang dulu tertindas, kini menjadi kekuatan dominan di negara besar.
-
Ilmu adalah senjata abadi. Transformasi Syiah tak dilakukan dengan kekuatan militer semata, melainkan lewat pendidikan, dakwah, dan pengembangan sistem hukum.
-
Politik dan agama tak bisa dipisahkan begitu saja. Dalam banyak masyarakat, seperti Iran, keduanya justru saling menguatkan dan membentuk realitas sosial.
Penutup: Dari Mazhab ke Negara
Kisah transformasi Syiah adalah cerita tentang ketekunan, strategi, dan keyakinan panjang yang akhirnya membuahkan hasil. Bagi yang mempelajari sejarah, ini bukan sekadar kisah agama—ini adalah pelajaran tentang bagaimana ide dan identitas bisa membentuk arah sejarah dunia.
Tertarik menyelami sisi lain sejarah Timur Tengah yang jarang dibahas di sekolah? Ikuti blog ini untuk kisah-kisah mendalam, tajam, dan tersembunyi dari masa lalu yang membentuk hari ini.

Komentar
Posting Komentar