Sejarah yang Terlupakan: Bagaimana Perang Enam Hari 1967 Mengubah Wajah Palestina Selamanya

Sejarah yang Terlupakan: Bagaimana Perang Enam Hari 1967 Mengubah Wajah Palestina Selamanya




Gambar Ilustrasi Awal Juni 1967 konflik Israel-Palestina



Ketika kita berbicara tentang konflik Israel-Palestina, seringkali fokus tertuju pada peristiwa terbaru. Namun, untuk benar-benar memahami akar permasalahan yang mendalam dan berlarut-larut, kita harus kembali ke Juni 1967. Bulan itu menandai sebuah titik balik dramatis yang hingga kini membentuk realitas jutaan orang: awal dari pendudukan Israel atas wilayah Palestina yang diakui secara internasional.


Perang Enam Hari: Kemenangan Kilat yang Mengubah Geografi

Pada awal Juni 1967, ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab tetangganya memuncak. Dalam sebuah konflik singkat namun menentukan yang hanya berlangsung selama enam hari, militer Israel melancarkan serangan preemptif terhadap Mesir, Yordania, dan Suriah. Hasilnya adalah kemenangan militer Israel yang sangat cepat dan komprehensif, mengubah peta Timur Tengah secara drastis.

Dalam waktu kurang dari seminggu, Israel berhasil merebut dan menduduki wilayah-wilayah berikut:

  • Tepi Barat (termasuk Yerusalem Timur) dari Yordania.
  • Jalur Gaza dari Mesir.
  • Dataran Tinggi Golan dari Suriah.
  • Semenanjung Sinai dari Mesir (yang kemudian dikembalikan pada tahun 1982 sebagai bagian dari perjanjian damai).

Bagi Israel, ini adalah kemenangan strategis yang mengamankan perbatasannya dan menunjukkan kekuatan militernya. Namun, bagi Palestina dan dunia Arab, ini adalah awal dari babak baru pendudukan yang panjang dan menyakitkan.


Pendudukan dan Hukum Internasional: Apa Kata Dunia?

Sejak Juni 1967, Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza secara luas dianggap sebagai wilayah yang diduduki oleh Israel menurut hukum internasional. Ini ditegaskan oleh berbagai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang paling terkenal adalah Resolusi Dewan Keamanan PBB 242. Resolusi ini menyerukan "penarikan pasukan bersenjata Israel dari wilayah yang diduduki dalam konflik baru-baru ini" sebagai imbalan atas perdamaian.

Namun, Israel memiliki interpretasi yang berbeda, seringkali menyatakan bahwa wilayah tersebut adalah "wilayah sengketa" atau "wilayah yang dikelola." Meskipun demikian, konsensus internasional tetap pada status pendudukan.


Pembangunan Pemukiman: Membangun di Atas Tanah yang Diduduki

Salah satu konsekuensi paling signifikan dari pendudukan 1967 adalah pembangunan ratusan pemukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Pemukiman ini dibangun di atas tanah yang diduduki, seringkali melibatkan pengambilalihan tanah pribadi Palestina atau sumber daya alam.

Menurut hukum internasional, terutama Konvensi Jenewa Keempat, memindahkan populasi sipil negara pendudukan ke wilayah yang diduduki adalah ilegal. PBB, Uni Eropa, dan sebagian besar komunitas internasional menganggap pemukiman ini sebagai hambatan besar bagi perdamaian dan solusi dua negara. Namun, pembangunan pemukiman terus berlanjut, memperluas jejak kaki Israel di wilayah yang diduduki dan secara efektif menciptakan fakta di lapangan yang sulit untuk diubah.


Gaza: Penarikan Diri, Namun Tetap Terblokade

Pada tahun 2005, Israel menarik pasukannya dan pemukimnya dari Jalur Gaza. Banyak yang berharap ini akan menjadi langkah menuju kemerdekaan Palestina. Namun, penarikan diri ini tidak mengakhiri status pendudukan bagi banyak pihak. Sejak 2007, setelah Hamas mengambil alih kendali Jalur Gaza, Israel dan Mesir memberlakukan blokade ketat terhadap wilayah tersebut.

Meskipun tidak ada kehadiran militer Israel permanen di dalam Gaza, blokade ini mengendalikan hampir semua aspek kehidupan di sana, termasuk pergerakan orang dan barang, akses ke listrik, air, dan obat-obatan. Kondisi ini telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah dan membuat banyak orang berpendapat bahwa Gaza tetap menjadi wilayah yang diduduki, meskipun dengan cara yang berbeda.


Warisan yang Berkelanjutan: Dari Nakba ke Pendudukan

Sejarah Palestina dan Israel adalah jalinan peristiwa yang saling terkait. Jika tahun 1948 menandai Nakba (Malapetaka) bagi Palestina, di mana ratusan ribu orang diusir atau melarikan diri dari tanah mereka dan Negara Israel didirikan di sebagian besar wilayah Mandat Palestina, maka Juni 1967 adalah kelanjutan dan perluasan dari penderitaan tersebut.

Perang Enam Hari bukan hanya mengubah garis perbatasan, tetapi juga melahirkan realitas pendudukan militer yang berkelanjutan, pembangunan pemukiman ilegal, dan blokade yang berdampak pada kehidupan jutaan orang. Memahami pendudukan sejak 1967 adalah kunci untuk memahami dinamika konflik saat ini, aspirasi kemerdekaan Palestina, dan tantangan yang tak terhitung untuk mencapai perdamaian yang adil dan langgeng di wilayah yang bergejolak ini.


 

Komentar